Search
Close this search box.

Penyakit Lupus – Penyebab, Gejala dan Cara mengatasinya

Penyakit lupus adalah penyakit autoimun kronis yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang keliru karena sistem kekebalan tubuh menjadi hiperaktif dan menyerang jaringan normal kita yang sehat. Hal ini menyebabkan gejala seperti peradangan, pembengkakan, kerusakan sendi, kulit, ginjal, darah, jantung, dan paru-paru.

enyakit Lupus - Penyebab, Gejala dan Cara mengatasinya

Penyakit lupus akan menjadi sangat berbahaya jika menyerang organ-organ dalam. Misalnya, menyerang ginjal yang menimbulkan radang ginjal, menyerang otak yang menimbulkan radang otak, mengacaukan jumlah sel-sel darah, menimbulkan kecenderungan pembekuan darah yang bisa menyebabkan trombosis, dan sebagainya.

Gejala khas pada lupus ialah ruam kulit yang membentuk pola kupu-kupu di atas batang hidung atau menyerupai gigitan serigala. Organ tubuh yang paling sering menjadi korban dari penyakit lupus ialah: Kulit, sendi, ginjal, jantung, paru, otak dan susunan saraf, sel darah. 

Penyebab Lupus

Penyebab terjadi kondisi autoimun pada penyakit lupus belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa pendapat menganggap penyebab munculnya penyakit lupus pada beberapa orang dikarenakan pengaruh faktor genetika dan lingkungan bisa meningkatkan risiko terjadinya lupus. 

ISK

Faktor genetika atau keturunan mengakibatkan keturunan berikutnya bisa terkena lupus. Namun, risiko terkena lupus sebesar 10%. Faktor lingkungan yang menjadi penyebab lupus antara lain paparan sinar matahari yang terlalu sering sehingga mengubah DNA dermis dan meningkatkan apoptosis sel-sel kulit secara signifikan. Faktor emosi berupa sering memiliki tingkat stres yang tinggi juga menjadi penyebab lupus. 

Selain itu, jenis kelamin dan hormon juga merupakan faktor dari penyebabnya. Banyak peneliti mempercayai bahwa hormon estrogen berperan besar dalam pembentukan penyakit. Penyakit lupus dapat mempengaruhi ingatan manusia dan perubahan suasana hati sehingga menyebabkan stres atau kebingungan. Selain itu, lupus dapat terjadi dari pengaruh obat seperti obat hipertensi (hidralazin, Isoniazid, metildopa) dan obat SSp (hidantoin, klorpromazin) 

Jenis Lupus

Penyakit lupus terbagi dalam beberapa tipe, antara lain:

1. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

SLE adalah penyakit lupus yang paling sering dialami oleh kebanyakan orang. Penyakit ini menyebabkan peradangan pada jaringan ikat sehingga dapat merusak hampir seluruh organ tubuh, seperti sendi, kulit, paru-paru, jantung, pembuluh darah, ginjal, sistem saraf, dan sel darah. Gejala SLE kerap mirip dengan penyakit lain yang sangat umum sehingga sulit untuk mendapat diagnosis penyakit lupus. 

2. Cutaneous Lupus

Penyakit autoimun ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel kulit sehat. Hal itu merupakan respon autoimun yang berarti tubuh menyerang organ dan jaringannya sendiri. 

3. Discoid Lupus Erythematosus (DLE)

Penyakit inflamasi autoimun kronik yang muncul dengan gejala yang hanya terbatas pada kulit saja. Penderita lupus jenis ini biasanya mengalami luka bulat yang terletak di wajah atau kulit kepala. 

4. Cutaneous Lupus Erythematosus (CLE)

Jenis lupus ini menyerag kulit. Biasanya penderita akan merasakan ruam merah atau bercak bersisik di wajah atau kulit kepala dengan bentuk lingkaran atau piringan. Gejala tersebut bisa beberapa hari bahkan tahunan dan bisa hilang sebentar kemudian muncul lagi.

5. Drug-Induced Lupus (DIL)

Penyakit lupus yang terjadi karena gangguan autoimun terhadap paparan obat mengarah pada pengembangan gejala klinis seperti lupus eritematosus sistemik (SLE). Penyakit ini menjadi contoh perkembangan lupus yang mengarah pada individu yang rentan secara genetik yang dipicu dari lingkungan (obat).

6. Neonatal Lupus

Jenis lupus ini terjadi pada bayi yang baru lahir. Penyakit ini adalah kondisi yang langka dan terjadi karena antibodi anti-SSA/Ro dan/atau anti-SSB/La dari ibu memengaruhi janin. 

Gejala Lupus

Gejala lupus sangat beragam. Hal ini karena setiap penderita lupus merasakan gejala yang berbeda-beda dan terkadang tidak konsisten. Ada penderita yang mungkin hanya merasakan gejala ringan untuk beberapa waktu atau tiba-tiba bertambah parah pada saat-saat tertentu. Penyakit ini memang tidak menular, tetapi bisa berbahaya bahkan berpotensi mematikan. Untuk melakukan diagnosis penyakit lupus dapat mengalami kesulitan karena gejala yang ditimbulkan hampir mirip dengan gejala penyakit lainnya. Berikut gejala yang umum terjadi pada penderita lupus. 

1. Tidak tahan terhadap sinar matahari

Orang yang memiliki lupus biasanya tidak tahan dengan sinar matahari. Hal ini karena sinar matahari dapat menimbulkan gejala yang lebih parah. Pada bagian tubuh yang sering terkena sinar matahari seperti di pipi dan hidung biasanya akan terdapat bintil-bintil merah.

2. Sariawan

Orang yang mengalami lupus biasanya sering sariawan atau biasa disebut oral ulcers. Sariawan ini terjadi pada dinding-dinding mulut dan hidung.

3. Rasa lelah yang ekstrem

Inilah gejala paling umum pada lupus yang sering dikeluhkan para penderita. Rasa lelah yang ekstrem sangat mengganggu dan menghambat aktivitas. Banyak penderita yang menyatakan bahwa gejala ini merupakan dampak negatif terbesar dari penyakit ini dalam kehidupan mereka.

4. Nyeri, kaku, dan bengkak pada sendi

Peradangan yang terjadi pada sendi membuat tubuh merasa nyeri, kaku bahkan bengkak. Hal ini juga disebut dengan arthritis. Gejala ini terjadi pada beberapa bagian tubuh terutama di daerah pergelangan tangan, sendi kecil tangan, siku, lutut, dan pergelangan kaki yang terjadi karena masalah pada organ ginjal. Oleh karena itu, penting juga untuk tahu bahwa menjaga kesehatan ginjal juga dapat mencegah gejala lupus tumbuh dalam tubuh.

5. Fenomena Raynaud

Fenomena Raynaud dijelaskan sebagai fenomena yang mengakibatkan jari tangan dan kaki berubah menjadi putih atau biru jika terkena dingin atau selama periode stres. Perubahan warna jari ini diikuti dengan rasa sakit.

6. Ruam wajah berbentuk kupu-kupu

Gejala lupus yang satu ini adalah gejala lupus yang khas. Dikatakan seperti kupu kupu karena ruam-ruam tersebut membentuk sayap pada kedua pipi dan mengecil ketika ruam melewati hidung (tubuh kupu-kupu). Ruam ini menjadi tanda yang paling jelas meskipun tidak semua orang yang terkena lupus punya tanda ini. Jika kamu atau sanak saudara mempunyai tanda-tanda seperti ini, usahakan langsung berkonsultasi ke dokter.

7. Discoid Rash / ruam klasik

Discoid rash pada lupus berbentuk seperti lingkaran dengan bagian luar ruam berwarna lebih merah dibandingkan bagian tengahnya. Ruam ini terjadi pada lupus jenis discoid. Ruam ini akan menjadi parah jika terkena sinar matahari.

8. Positif ANA (Antinuclear Antibodi)

Titer antibodi antinuklear abnormal dengan imunofluoresensi atau uji setara pada setiap titik waktu. Sebanyak 95% penderita lupus memiliki jenis antibodi tersebut. Meskipun sebagian besar penderita memiliki jenis antibodi tersebut, tentu bukan berarti jika Anda memiliki jenis antibodi tersebut, Anda menderita penyakit ini. 

9. Gejala lain yang mungkin menyertai

Ada beragam gejala lain yang dapat muncul, tetapi tidak semua gejala tersebut akan dialami penderita. Berikut adalah gejala-gejala lain yang kemungkinan dialami penderita. 

  • Demam tinggi (38º C atau lebih)
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Sakit kepala dengan rasa sakit yang dahsyat
  • Rambut rontok
  • Mata kering 
  • Sakit dada
  • Hilang ingatan
  • Napas pendek hingga bernapas terasa menyakitkan bahkan disertai sesak napas akibat inflamasi paru-paru dan dampaknya ke jantung atau anemia
  • Bila ginjal sudah terkena dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan gagal ginjal

Diagnosis Lupus

Oleh karena beberapa dari gejala dapat ditemukan pada penyakit lain, dokter sering melakukan tes diagnostik tertentu dan menganalisis sejarah medis pasien untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya. Individu yang terkena lupus harus berjaga-jaga bila ada tanda-tanda kambuh. Hal ini karena lupus cenderung menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Selama bertahun-tahun, tingkat kematian lupus telah menurun secara signifikan karena diagnosis akurat waktu dan ketersediaan obat yang lebih baik. Adapun berikut beberapa jenis tes laboratorium yang biasanya digunakan untuk mengetahui diagnosis penyakit lupus:

1. Tes darah

Tes darah digunakan untuk mengukur jumlah sel darah merah, sel darah putih, trombosit, jumlah hemoglobin, maupun protein yang terdapat dalam sel darah merah. Hal ini dapat menunjukkan adanya anemia, yang menjadi gejala umum lupus.

2. Erythrocyte Sedimentation Rate

Tes ini digunakan untuk menentukan tingkat sel-sel darah merah yang mengendap di dasar tabung dalam satu jam. Ada beberapa jenis tes darah yang biasanya dianjurkan jika dokter mencurigai kamu menderita SLE. Kombinasi dari hasil tes-tes tersebutlah yang dapat membantu mengonfirmasi diagnosis SLE. Pemeriksaan sampel urine untuk mengetahui peningkatan tingkat protein atau sel darah merah dalam urin yang dapat terjadi jika lupus telah mempengaruhi ginjal.

3. Antinuclear Antibody Test (ANA Test)

Tes ini digunakan untuk mengetahui sistem kekebalan tubuh pasien. Jika tes menunjukkan positif untuk ANA, dokter mungkin akan menyarankan tes antibodi yang lebih spesifik. Tes ini memeriksa keberadaan sel antibodi tertentu dalam darah, yaitu antibodi anti-nuklir. Jenis antibodi ini merupakan ciri utama penyakit SLE. Sekitar 95% penderita SLE memiliki antibodi ini. Akan tetapi hasil yang positif, tidak selalu berarti kamu mengidap SLE. Jadi, tes antibodi anti-nuklir tidak bisa dijadikan patokan untuk penyakit ini. Tes lain juga dibutuhkan untuk memastikan diagnosis.

4. X-Ray pada dada

Tes ini digunakan untuk melihat bayangan abnormal mengenai timbulnya peradangan di paru-paru pasien.

5. Echocardiogram

Tes ini digunakan untuk memeriksa masalah dengan katup dan bagian lain dari hati pasien dengan menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar real-time dari detak jantung.

6. Tes antibodi anti-DNA

Tes lain yang digunakan untuk memeriksa keberadaan antibodi tertentu dalam darah adalah tes anti-DNA. Adanya antibodi anti-DNA dalam darah akan meningkatkan risiko terkena SLE. Seseorang yang memiliki penyakit lupus biasanya akan memiliki jenis antibodi anti DNA.dan  akan mengalami peningkatan ketika gejala penyakit ini kambuh. Namun, seseorang yang memiliki antibodi jenis ini tidak selalu menderita penyakit ini. Jumlah antibodi anti-DNA akan meningkat saat SLE bertambah aktif. Oleh karena itu, hasil tes akan meningkat drastis saat pasien mengalami serangan yang parah. Meskipun demikian, orang yang tidak menderita SLE juga dapat memiliki antibodi ini.

7. Tes komplemen C3 dan C4

Dokter mungkin akan menganjurkan pemeriksaan tingkat komplemen dalam darah untuk mengecek keaktifan SLE. Komplemen adalah sejenis senyawa dalam darah yang membentuk sebagian sistem kekebalan tubuh. Level komplemen dalam darah akan menurun seiring aktifnya SLE dalam tubuh penderita.

8. Pemeriksaan Lanjut yang dianjurkan setelah diagnosis SLE positif

Penderita SLE memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit lain, misalnya gangguan ginjal dan anemia. Oleh karena itu, pemantauan rutin untuk melihat dampak SLE pada tubuh orang yang positif mengidap SLE sangat dibutuhkan sehingga penyakit lain yang mungkin muncul dapat segera ditangani. Pemeriksaan yang mungkin dibutuhkan untuk mengecek dampak SLE pada organ dalam ialah cek rontgen, USG, dan CT scan. Adapun tindakan terapi penyakit lupus yang dapat dilakukan antara lain menghindari kontak langsung dengan sinar matahari, menghindari sumber radikal bebas, mengonsumsi antioksidan, mengurangi kelebihan berat badan, perbanyak mengonsumsi buah dan sayur, perbanyak mengonsumsi air putih, serta mengurangi asupan lemak.

Komplikasi Lupus

Penyakit lupus jika tidak segera ditangani, dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang serius termasuk pada penderitanya yang sedang hamil. Selain itu, proses pengobatan yang dijalani juga dapat menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi serius. Berikut ini beberapa jenis komplikasi penyakit lupus yang perlu diketahui bagi para penderita. 

1. SLE dan komplikasi penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah istilah umum untuk semua jenis penyakit yang menyerang jantung dan pembuluh darah, seperti serangan jantung, stroke, dan tekanan darah tinggi. Selain itu, beberapa penderita SLE juga bisa mengalami radang pada kantong yang membungkus jantung/perikarditis atau pada otot-otot jantung/miokarditis. 

SLE dapat menyebabkan inflamasi pada jantung dan pembuluh darah. Oleh karena itu, penderita SLE diperkirakan memiliki risiko 6-8 kali lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular. Risiko ini dapat dikurangi melalui langkah-langkah berikut. 

  • Berolahraga secara teratur. 

Setidaknya 2,5 jam dalam seminggu dengan jenis olahraga yang dapat membuat napas penderita sedikit terengah-engah. 

  • Menjaga berat badan yang ideal dan sehat. 

Caranya adalah menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang. Misalnya makanan rendah lemak jenuh, rendah gula, rendah garam, banyak buah, dan sayuran setidaknya lima porsi dalam sehari. 

  • Berhenti merokok dan membatasi konsumsi minuman keras.

Batas konsumsi miras per hari yang direkomendasikan adalah 2-2,5 kaleng bir untuk pria dan maksimal 2 kaleng bir untuk wanita. Sekaleng bir biasanya berkadar alkohol sebanyak 4,7%.

2. SLE dan komplikasi nefritis lupus (ginjal)

Inflamasi yang terjadi pada ginjal untuk waktu yang lama akibat SLE memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit ginjal yang serius. Komplikasi ini disebut nefritis lupus. Diperkirakan sekitar 50% di antara penderita SLE mengidap nefritis lupus. Penyakit ini cenderung berkembang pada tahap awal SLE (dalam pemantauan lima tahun pertama). Tes darah biasanya akan dianjurkan untuk memantau kondisi ginjal penderita secara saksama. 

Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat merusak ginjal. Tekanan darah tinggi juga dapat disebabkan oleh penyakit ini. Jika tidak ditangani, tekanan darah tinggi akan mempertinggi risiko penyakit jantung yang serius misalnya, serangan jantung atau angin. 

Nefritis lupus sering tidak menunjukkan gejala, tetapi penderita sebaiknya tetap waspada. Adapun gejala lupus nefritis meliputi rasa gatal, sakit dada, mual, muntah, sakit kepala, pusing, sering buang air kecil, kencing darah, dan pembengkakan pada kaki. Penanganan untuk lupus nefritis juga dapat dilakukan dengan imunosupresan seperti azathioprine, mycophenolate mofetil atau cyclophosphamide.

3. Sindrom sjogren

Sindrom sjogren dapat terjadi pada sekitar 12% penderita SLE. Penyakit ini menyerang dan merusak kelenjar liur dan air mata. Gejala utama pada kelainan sistem kekebalan tubuh ini adalah mata dan mulut yang kering.

4. Sindrom hughes atau sindrom antifosfolipid

Sindrom hughes dapat mempertinggi risiko terjadinya penggumpalan darah pada arteri dan vena. Penggumpalan darah pada arteri dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Sementara itu, jika terjadi pada vena, penggumpalan darah dapat mengakibatkan trombosis vena dalam (deep vein thrombosis atau DVT). Penyakit ini juga berbahaya bagi ibu hamil karena dapat meningkatkan risiko komplikasi selama masa kehamilan. Diagnosis untuk sindrom hughes pada penderita SLE dapat dilakukan dengan memeriksa keberadaan komplikasi yang berhubungan dengan pembuluh darah dan atau kehamilan antibodi antifosfolipid dalam darah.

5. SLE dan kehamilan

SLE biasanya memang tidak memengaruhi kesuburan (fertilitas). Tetapi penderita SLE wanita (terutama yang mengidap sindrom Hughes) sebaiknya tetap waspada karena komplikasi umumnya terjadi pada masa kehamilan mereka. Di antaranya adalah pre eklampsia, kelahiran prematur, keguguran, dan kelahiran mati. Risiko lain yang mungkin terjadi antara lain serangan gejala lupus pada masa kehamilan, misalnya: pembengkakan pada kaki dan tangan, rambut rontok, wajah memerah, nyeri otot, tulang serta sendi. 

Dokter biasanya akan menganjurkan obat-obatan untuk mengurangi kecenderungan penggumpalan darah. Penanganan dengan aspirin dan suntikan heparin dapat meningkatkan keberhasilan kehamilan untuk pasien sindrom hughes. Obat-obatan yang kualitasnya terjamin tidak akan memengaruhi ibu dan bayi dan aman untuk mengurangi risiko serangan SLE pada masa kehamilan. Di antaranya adalah hydroxychloroquine (obat anti-malaria), azathioprine (imunosupresan), dan prednisolone (kortikosteroid). 

Selain itu, dokter juga mungkin akan menyarankan penderita untuk menunda kehamilan agar mengurangi risiko komplikasi pada masa kehamilan. Penderita biasanya diminta untuk menunggu selama enam bulan tanpa mengalami serangan SLE dan memiliki tingkat fungsi ginjal yang normal atau mendekati normal sebelum hamil. 

Selain itu, kelelahan dapat menyebabkan penyakit lupus kambuh sehingga penderita harus merencanakan kegiatan fisik dan waktu istirahat. Olahraga yang direncanakan bisa membantu. Penyakit kronis seperti ini juga membutuhkan pemahaman dan dukungan dari anggota keluarga. Ketika penyakit ini aktif, pasien lupus mungkin mengalami penurunan kemampuan untuk menangani tugas rumah tangga atau pekerjaannya. Kemampuan untuk lebih fleksibel akan membantu saat hidup dengan lupus. 

Pengobatan Lupus

Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) tidak bisa disembuhkan. Jika kamu melakukan pengobatan untuk penyakit lupus, biasanya hanya berguna untuk memperlambat laju penyakit tersebut, menghindari gejala, menghindari terjadinya komplikasi terhadap penyakit lainnya, dan meminimalisir dampaknya pada kehidupan penderita SLE. Dokter biasanya dapat membuat diagnosis dari riwayat medis pengidap, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Rontgen pun juga dapat dilakukan. 

Di samping itu, sejumlah tes laboratorium meliputi laju pengendapan darah (ESR), jumlah sel darah lengkap (CBC), antibodi antinuklear (ANA), dan urine. ESR digunakan untuk mengukur peradangan sementara CBC untuk menghitung sel darah dan trombosit. Dokter akan melakukan tes anti DNA yang lebih spesifik untuk mengetahui SLE. Selanjutnya, biasanya akan menyarankan pasien untuk berkonsultasi ke rheumatologist atau spesialis sendi. Adapun berikut daftar obat-obatan yang mungkin dibutuhkan oleh penderita SLE:

1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid

Nyeri sendi atau otot merupakan salah satu gejala utama SLE. Dokter mungkin akan memberi obat anti inflamasi non steroid untuk mengurangi gejala penyakit ini. Obat anti inflamasi non steroid adalah obat pereda sakit yang dapat mengurangi inflamasi yang terjadi pada tubuh. 

Jenis obat yang umumnya diberikan dokter pada penderita SLE meliputi ibuprofen, naproxen, diclofenac, dan piroxicam. Jenis obat ini, khususnya ibuprofen sudah dijual bebas dan dapat mengatasi nyeri sendi atau otot yang ringan. Penderita SLE juga sebaiknya waspada karena obat ini tidak cocok jika mereka sedang atau pernah mengalami gangguan lambung, ginjal, atau hati. Obat ini juga mungkin tidak cocok untuk penderita asma.

2. Obat Kortikosteroid 

Kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dengan signifikan dan berkhasiat. Obat ini biasanya diberikan oleh dokter jika penderita SLE mengalami gejala atau serangan yang parah. Untuk mengendalikan gejala serta serangan, pada tahap awal pemberian obat ini mungkin akan berdosis tinggi. Lalu, dosisnya diturunkan secara bertahap seiring kondisi pasien yang membaik. Kortikosteroid selalu diberikan dengan dosis rendah yang berkhasiat. Dosis tinggi disertai konsumsi jangka panjang pada obat ini dapat menyebabkan efek samping seperti penipisan tulang, penipisan kulit, bertambahnya berat badan, dan peningkatan tekanan darah tinggi.

3. Obat Hydroxychloroquine

Dokter spesialis umumnya menganjurkan konsumsi obat ini untuk jangka panjang bagi penderita SLE. Tujuannya adalah untuk menghindari serangan yang parah, mengendalikan gejala, dan menghindari perkembangan komplikasi yang lebih serius. Khasiat hydroxychloroquine biasanya akan dirasakan penderita SLE setelah mengonsumsinya selama 1,5-3 bulan. Obat ini juga memiliki efek samping lain yang lebih serius, tetapi sangat jarang terjadi. Contohnya, diperkirakan terdapat risiko 1:2.000 di antara penderita SLE yang mengonsumsi obat ini yang mungkin mengalami kerusakan mata.

4. Obat Rituximab 

Jika obat-obat lain tidak mempan bagi penderita SLE, dokter akan menganjurkan rituximab. Obat ini termasuk jenis baru dan awalnya dikembangkan untuk menangani kanker darah tertentu, misalnya limfoma. Akan tetapi, rituximab terbukti berkhasiat untuk menangani penyakit autoimun, seperti SLE dan artritis reumatoid. Cara kerja rituximab adalah dengan mengincar dan memberantas sel B. Sel B sendiri adalah sel yang memproduksi antibodi yang menjadi pemicu gejala SLE. Obat ini akan dimasukkan melalui infus yang akan berlangsung selama beberapa jam. 

Selama proses pengobatan rituximab berlangsung, kondisi pasien akan dipantau dengan cermat. Efek samping yang umum dari rituximab meliputi pusing, muntah, dan gejala yang mirip flu (misalnya menggigil dan demam tinggi selama pengobatan berlangsung). Efek samping lain yang mungkin terjadi (meski sangat jarang) adalah reaksi alergi. Reaksi ini umumnya muncul selama pengobatan berlangsung atau tidak lama setelahnya. Selain cara diatas, penderita juga dapat mencoba obat tradisional penyakit lupus yang banyak disarankan oleh dokter.

Pencegahan Lupus

Pada dasarnya, penanganan pertama terhadap penyakit lupus adalah menjaga kesehatan tubuh dan kulit. Penanganan penyakit lupus atau cara mengatasi penyakit lupus dapat dilakukan di rumah. 

Tujuan pengobatan ialah untuk menghindari timbul / kambuhnya gejala dan menghindari timbulnya komplikasi, berupa: 

Perubahan pola hidup, yaitu hindari terkena sinar matahari kalau perlu pakai sunscreen.

Hindari kontak dengan zat kimia pemicu seperti silikon, air raksa dan pestisida.

Hindari pemakaian suplemen golongan “immune booster” seperti Echinacea.

Hindari pemakaian obat pemicu seperti prokainamid, isoniazid, fenitoin, kinin, hidralazin dan gunakan obat penyakit lupus alami.

1. Tidak merokok

Pencegahan SLE dapat dengan cara tidak merokok. Asap rokok akan meningkatkan dan menjadikan gejala lupus semakin menjadi. Lebih baik jangan menjadi perokok baik secara aktif maupun pasif saat Anda sudah terkena penyakit ini.

2. Hindari infeksi

Obat-obatan tertentu yang biasanya dikonsumsi penderita lupus dapat menjadikan pasien lebih mudah terkena infeksi. Cuci tangan memakai sabun dan air hangat supaya bakteri atau virus hilang. Jangan menyentuh tangan, mulut atau hidung memakai tangan yang kotor. Konsultasi dengan dokter jika ingin imunisasi atau vaksin. 

3. Cukup tidur

Pencegahan SLE dapat dengan selalu istirahat yang cukup. Tidur tujuh jam setiap malam. Istirahat dapat meredakan rasa lelah. Namun, jika banyak tidur, akan membuat tubuh lelah. Selain itu, ada baiknya juga hindari memakan makanan berat saat akan tidur.

4. Hindari paparan sinar matahari

Jangan selalu berada dalam paparan sinar matahari. Hal ini dapat meningkatkan gejala stroke. Jika keluar rumah, lebih baik gunakan tabir surya yang memiliki SPF 30. Adapun cara mencegahnya, yakni jangan sering terkena matahari saat jam 10 pagi sampai 4 sore. Gunakan baju lengan panjang, celana panjang, dan topi yang lebar saat keluar di siang hari.

5. Menangani stres dan rasa lelah

Cara untuk menangani stres dan rasa lelah bisa dimulai dengan mengatur jadwal harian sesederhana mungkin dan sejenak melupakan tugas-tugas yang ada atau mendelegasikannya kepada rekan sekantor atau bawahan. Selain itu, latihan fisik ringan seperti jalan pagi, membersihkan rambut, dan memijat kepala dapat membantu mengurangi stres. Teknik relaksasi seperti yoga juga dapat mengendalikan stres.

6. Menjaga kesehatan kulit

Menjaga kesehatan kulit dapat membantu kamu mengurangi gejala lupus. Untuk itu, hindari sinar ultraviolet A dan B dengan tidak berada di bawah sinar matahari langsung. Paparan terhadap sinar matahari dapat memicu ruam kulit dan nyeri sendi, bahkan dapat memperburuk rasa lelah yang kerap dialami penderita penyakit lupus.

7. Gunakan obat untuk meringankan gejala

Untuk meringankan gejala yang dialami, penderita penyakit lupus dianjurkan untuk mengonsumsi obat penyakit lupus untuk meringankan gejala yang dialami. Di antaranya adalah obat anti-inflamasi untuk meringankan gejala radang di dalam sistem tubuh, expectorant untuk membersihkan lendir dari paru-paru, dan anti rematik untuk meringankan gejala nyeri sendi dan kaku.

8. Hindari bakteri jahat dan radikal bebas

Orang yang tinggal di kota modern, hidupnya penuh dengan stres. Lingkungan hidup tidak bersih, dipenuhi oleh bermacam-macam polutan dan bakteri jahat, akibatnya terjadi akumulasi radikal bebas di dalam tubuhnya. Jika kondisi ini tidak segera diatasi, kemungkinan setiap hari tubuhnya akan diserang oleh ribuan miliar radikal bebas.

9. Kurangi asupan lemak 

Cara ini ditujukan agar penyerapan kalsium dapat berjalan dengan baik. Hindari makanan signifikan saji dan batasilah makan di luar rumah. Jika kamu makan di luar, jauhi makanan dengan kandungan krim, keju, mentega, gorengan atau saus pelengkap. Sebaiknya pilih makanan dalam porsi kecil. Cari juga makanan yang dipanggang, bakar, atau kukus.

 10. Perbanyak konsumsi makanan bergizi dan kaya nutrisi

Makanan bergizi dan kaya akan nutrisi adalah makanan yang cukup kualitas dan kuantitasnya serta mengandung unsur yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Sebelum memilih menu makanan, ada baiknya diketahui kandungan makanan tersebut. Bukan hanya sekedar membuat perut kenyang, tetapi makanan dikatakan sehat jika makanan itu mengandung protein, karbohidrat, mineral, lemak, dan vitamin.

11. Minum air putih 8 gelas per hari

Minumlah air putih secukupnya, artinya tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Yang dikatakan terlalu berlebihan itu yang bagaimana sih? Terkait dengan berbagai macam dampak fatal yang terjadi pada para pelari maraton akibat terlalu banyak minum air putih, International Marathon Medical Directors Association (IMMDA) menyarankan agar kita mengonsumsi air minum hanya pada saat kita merasa haus dan dahaga. 

Konsumsilah air minum secukupnya atau tidak berlebihan, yaitu tidak lebih dari 0.03 liter per kg berat badan kita. Jadi, misalnya seseorang memiliki berat badan seberat 50 kg, maka konsumsi air minum yang diperbolehkan untuk orang tersebut adalah tidak lebih dari 1.5 liter per hari. Rekomendasi ini menjadi sangat logis. Hal ini karena berat badan seseorang tentunya berpengaruh juga dengan jumlah kebutuhan air yang harus diminumnya per hari. Orang yang lebih gemuk (berat badannya lebih besar) tentunya membutuhkan air dalam jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang kurus. 

Ketika air di dalam darah diambil oleh komponen tubuh yang lain, otomatis kebutuhan darah akan air berkurang dan ini yang mengakibatkan darah menjadi kental, dan peredaran darah didalam tubuh akan kurang lancar. Apakah berbahaya? Dipastikan jawabannya iya. Pada proses tersebut ginjal akan sangat menderita. Hal ini karena dalam menjalankan tugasnya menyaring racun dari darah, ia akan mengalami kesulitan saat harus menyaring darah yang kental. 

Dari proses tersebut, tidak jarang darah ini akan menyebabkan robekan pada glomerulus ginjal. Sel-sel otak adalah organ yang paling boros mengonsumsi makanan dan oksigen Nah saat darah mengalir lewat otak, perjalanannya pun juga menjadi tidak lancar sama halnya ketika melewati ginjal. Akibatnya otak tidak lagi “encer”. Sementara itu, bila penderita juga mengidap penyakit jantung, rasa sakit menjadi semakin tinggi karena ditambah adanya serangan stroke.

12. Hindari kelebihan berat badan 

Kelebihan berat badan biasanya tidak terjadi begitu saja tanpa adanya penyebab yang pasti. Ada beberapa hal yang mungkin tidak disadari menjadi salah satu penyebabnya. Bahkan, jika ditelusuri, mungkin saja penyebab kegemukan adalah dari hal yang sangat sepele dan sering terabaikan. 

13. Berolahraga secara teratur

Aktivitas olahraga dapat menjaga kesehatan jantung, mencegah osteoporosis, menambah adanya kekuatan otot, dan mengatasi stres. Beragam khasiat dalam olahraga sangat dibutuhkan oleh pasien lupus. Namun, pilih jenis olahraga yang cocok dengan keadaan fisik. 

14. Menjaga pola makan 

Oleh karena lupus juga sering dikaitkan dengan alergi makanan, maka ada baiknya mengatur pola makan untuk menghindari ruam kulit yang dapat memperburuk kondisi tubuh. Pola makan sehat bisa dimulai dengan diet rendah kalori dan rendah lemak karena keduanya telah terbukti dapat meringankan gejala pada penderita lupu. Demikian juga dengan konsumsi suplemen selenium.

Demikian beberapa info mengenai penyakit lupus. Pengobatan penyakit lupus dilakukan hanya untuk mengurangi dan juga meredakan gejala-gejala yang dialami saat mengalami penyakit lupus. Penyakit lupus juga sangat mungkin menyebabkan terjadinya komplikasi lain di dalam tubuh. Oleh karena itu, di samping mengonsumsi beberapa jenis obat lupus terbaru, pasien juga harus melakukan pemeriksaan medis secara rutin.

konsultasi dokter
Redaksi Autoimuncare

Tim Redaksi memastikan artikel sesuai standar Kebijakan Redaksional Autoimuncare. Seluruh artikel di Autoimuncare melewati proses penyuntingan bertahap dari ahli medis dan ahli bahasa agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan mudah dimengerti pembaca.

Diskusi Terkait