Tindakan cuci darah atau yang dikenal juga dengan istilah dialisis, merupakan tindakan medis yang umum diberikan kepada pasien gagal ginjal. Penyakit gagal ginjal sendiri terbagi menjadi dua, yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik.
Tindakan dialisis lebih umum diberikan tenaga medis kepada pasien gagal ginjal kronik. Sebab kondisi pasien mengalami penurunan fungsi ginjal antara 10-25%. Lalu, apakah semua pasien gagal ginjal kronik akan melakukan dialisis? Selain itu, kenapa perlu dilakukan?
dialisis atau disebut juga sebagai dialisis pada dasarnya adalah proses pembersihan darah dari zat-zat sampah sisa metabolisme tubuh. Tindakan dialisis atau cuci darah dilakukan ketika pasien mengalami organ ginjal yang tidak lagi berfungsi dengan normal.
Sehingga alasan utama kenapa dialisis dilakukan adalah untuk menggantikan fungsi organ ginjal. Yakni fungsinya dalam menyaring zat sisa hasil metabolisme agar bisa dikeluarkan dari tubuh dan tidak lagi mengendap.
Dalam kondisi normal, organ ginjal berperan menyaring darah agar bersih dari seluruh jenis zat sisa hasil metabolisme. Zat sisa ini wajib dikeluarkan dari dalam tubuh untuk mencegah kerusakan organ vital.
Sayangnya, pada beberapa orang fungsi ginjal tersebut tidak dapat dilakukan karena mengalami gangguan. Penyebabnya sendiri beragam, mayoritas adalah komplikasi dari penyakit tertentu seperti hipertensi dan diabetes yang diderita bertahun-tahun.
Membantu tubuh tetap bersih dari zat sisa hasil metabolisme, maka dilakukan penyaringan darah di luar tubuh. Proses inilah yang disebut dengan istilah cuci darah tadi.
Jawabannya adalah tidak. Pada pasien gagal ginjal akut, penanganan berfokus pada proses mengatasi penyebab kegagalan fungsi ginjal secara mendadak. Sementara itu, pada gagal ginjal kronik akan dilakukan tindakan untuk menggantikan fungsi ginjal.
Salah satunya adalah dengan dialisis tadi, sehingga tindakan medis ini lebih umum dijalani oleh pasien gagal ginjal kronik. Adapun berapa kali dilakukan dialisis, rata-rata pasien menjalani 2-3 kali dalam seminggu. Per prosedur dialisis berkisar antara 3-5 jam.
Prosedur cuci darah ternyata terbagi menjadi dua jenis, dimana salah satunya akan disarankan dokter untuk dijalani oleh pasien. Berikut dua jenis dialisis yang dimaksudkan:
Jenis dialisis yang pertama adalah hemodialisis, yaitu proses penyaringan darah dengan cara memasukan jarum ke pembuluh darah pasien yang terhubung dengan mesin pencuci darah untuk melakukan penyaringan darah.
Oleh mesin pencuci darah, darah yang mengalir dari tubuh pasien akan masuk ke dalam mesin tersebut lalu disaring. Selanjutnya darah yang sudah disaring dan menjadi bersih akan dialirkan kembali ke tubuh pasien.
Hemodialisis adalah metode cuci darah yang paling umum digunakan di Indonesia dan juga beberapa negara di dunia. Tindakan medis ini hanya bisa dilakukan di rumah sakit yang melayani proses dialisis.
Hemodialisis diketahui dilakukan antara 2-3 kali dalam seminggu dengan durasi sekitar 3-5 jam per sesi. Biaya untuk hemodialisis memang cukup mahal, hanya saja dari pemerintah Indonesia sudah dinyatakan tercover oleh BPJS Kesehatan.
Jenis dialisis yang kedua adalah dialisis peritoneal, yaitu proses pembersihan darah dengan cara melakukan sayatan (pembedahan) di bagian perut pasien kemudian ditanamkan kateter peritoneum yang mampu menyaring darah.
Kateter peritoneum ini diketahui akan ditanam di tubuh pasien secara permanen dan mengandung cairan dialisat. Cairan dialisat ini diketahui memiliki kandungan gula yang tinggi yang mampu menarik limbah di dalam darah.
Limbah hasil sisa metabolisme ini kemudian akan dikeluarkan dari tubuh menuju ke kantong khusus. Kantong penampung zat sisa inilah yang harus rutin dibuang oleh pasien untuk mencegah cairan dialisat masuk ke tubuh.
Berbeda dengan hemodialisis yang harus dilakukan di rumah sakit, dialisis peritoneal bisa dilakukan sendiri di rumah oleh pasien. Bahkan proses cuci darah bisa dilakukan sambil tidur.
Gagalnya fungsi ginjal dalam menyaring darah membuat pasien gagal ginjal diprediksi akan melakukan dialisis seumur hidup. Sayangnya, meskipun menjadi satu-satunya penolong pasien untuk memperpanjang harapan hidup tindakan medis ini memberi efek samping.
Berikut adalah sejumlah efek samping yang umum dirasakan pasien pasca menjalani dialisis rutin:
Pasien yang mengalami gagal ginjal akibat diabetes biasanya merasakan efek samping penurunan tekanan darah. Sebaliknya, jika disebabkan hipertensi maka pasca dialisis mengalami peningkatan tekanan darah.
Efek samping yang kedua adalah mengalami mual dan muntah. Hal ini dapat terjadi karena dialisis bisa menurunkan tekanan darah dan pasien mudah mual dan muntah.
Tindakan dialisis diketahui bisa membuat pasien mengalami anemia. Yaitu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan sel darah merah.
Proses dialisis atau cuci darah ternyata bisa meningkatkan kadar fosfor di dalam tubuh. Akibatnya kulit pasien mudah gatal dan bisa di sekujur tubuh atau di bagian-bagian tertentu.
Pasien bisa mengalami kram otot, penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Jika hal ini terjadi maka dianjurkan untuk mengompres bagian tubuh yang kram dengan kompres hangat.
Efek samping peritonitis adalah kondisi dimana pasien mengalami infeksi karena kateter peritoneal tidak steril. Efek samping ini sesuai namanya hanya mungkin dialami pasien yang menjalani dialisis peritoneal.
Pasien yang menjalani dialisis peritoneal juga bisa mengalami kenaikan berat badan. Efek samping ini terjadi karena cairan dialisat yang digunakan tinggi gula dan bisa meningkatkan asupan kalori pasien.
Pasien yang menjalani dialisis peritoneal juga beresiko mengalami hernia. Hal ini terjadi karena adanya ciarna yang bertahan di rongga perut selama berjam-jam dan membuat otot disekitarnya melemah.
Dialisis atau cuci darah selain mahal juga perlu dilakukan rutin dan bahkan seumur hidup. Pasien diwajibkan meluangkan waktu minimal 3 jam per sesi, sementara pada dialisis peritoneal wajib dilakukan sekitar 4-6 kali sehari. Tentunya melelahkan.
Secara medis, ada beberapa alternatif bisa dipertimbangkan pasien. Yaitu:
Dari penjelasan mengenai dialisis tersebut, maka bisa dipahami jika prosedur ini biasanya dilakukan rutin dan seumur hidup. Selain memiliki efek samping, pasien juga dianjurkan untuk menerapkan pola hidup sehat secara ketat untuk mencegah kondisi tubuh semakin memburuk.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk menjaga kesehatan ginjal sejak dini sehingga bisa menurunkan resiko mengalami gagal ginjal kronik yang umumnya berakhir dengan cuci darah seumur hidup.
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Virus ini menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia,…
Keputihan kerap kali mengganggu aktivitas sehari-hari bagi perempuan. Selain menyebabkan perasaan tidak nyaman, bau yang…
Menurut National Eczema Association (NEA), diketahui bahwa sensasi gatal pada kulit yang tidak teratasi bisa…
Informasi apakah menelan sperma bisa hamil adalah mitos belaka. Sebab faktanya sendiri, saluran reproduksi wanita…
Zat besi adalah komponen pokok dari hemoglobin, sejenis dari protein di dalam sel darah merah…
Meskipun sama-sama disebut gagal ginjal ternyata ada perbedaan gagal ginjal akut dan kronik sangat signifikan…
This website uses cookies.